Pages

Jun 27, 2011

Nasihat Butet untuk Tantowi


Jakarta - Sebagai partner baru Liliyana Natsir, boleh dibilang Tantowi Ahmad sudah nyetel dan tampil tak mengecewakan. Meski begitu Lili mengingatkan agar Tantowi tak cepat puas dan banyak belajar agar lebih baik ke depannya.

Penggemar bulutangkis tanah air mungkin sudah mengetahui sepak terjang seorang Lily saat berpasangan dengan Nova Widianto. Berbagai gelar keduanya sumbangkan termasuk puncaknya adalah medali perak Olimpiade Beijing 2008.

Dua tahun lalu Nova "bercerai" dengan Lily dan Tantowi pun jadi pasangan baru wanita yang akrab disapa Butet itu. Tentu keraguan banyak muncul mengingat Tantowi adalah muka baru di perbulutangkisan nasional.

Tapi tak butuh waktu lama bagi Tantowi untuk membuktikan dirinya adalah partner yang tepat bagi Lily. Dari sekitar bulan Agustus 2010 di rangking 76 dunia, kini mereka ada di urutan kedua.

Meski baru menelurkan dua gelar yakni Malaysia Grand Prix dan Singapura Terbuka tahun ini, tapi prospek mereka untuk berprestasi lebih baik ke di masa-masa mendatang sangat besar.

"Saya liat Tantowi bagus dan cepat beradaptasi dengan saya. Dia punya skill yang bagus. Secara mental pun dia cukup bagus," puji Lily (26 tahun) kepada partner yang berusia dua tahun lebih muda darinya.

Meski memuji soal performa apik rekannya itu, tapi Butet yang terhitung lebih senior juga punya sedikit masukan. Apa itu?

"Tantowi harus banyak belajar lagi dari pengalaman. Dia harus bisa lebih baik lagi dan jangan cepat puas. Dia ini pebulutangkis muda yang potensial dan saya pun masih terus dimintanya untuk mengingatkan pas lagi main," sambungnya saat ditemui usai laga final Djarum Indonesia Open Super Series 2011, Minggu (26/6/2011) malam WIB.

"Kalau ama Nova (Widianto) saya udah diam-diaman karena kami sudah tahu sama tahu harus ngapain. Kalau ama Tantowi saya harus "membimbingnya" dulu tapi itu gak masalah," tukasnya.

Lebih lanjut Lily pun menilai secara keseluruhan jika duetnya dengan Tantowi masih ada beberapa kekurang yang harus diperbaiki. Alasannya tentu adalah lawan kini akan lebih menyoroti permainan keduanya.

"Kami harus mencari improvisasi lagi dalam permainan dan memperbaiki kekurangan yang ada. Karena pasti lawan akan melihat kami sekarang karena tahu permainan kami kian bagus," tuntas Lily.

Original Source

Jun 21, 2011

IOPSS 2011 - Tontowi/Liliyana Bidik Gelar di Rumah


JAKARTA, Kompas.com - Sukses menggondol trofi di Singapura Terbuka Superseries, ganda campuran terbaik Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, membidik gelar Indonesia Terbuka Superseries Premier, yang mulai bergulir Selasa (21/6/11). Mereka berharap bisa tampil konsisten demi meraih gelar di rumah sendiri.
"Pasti seneng banget (juara di Singapura). Harapannya buat Indonesia Superseries, mudah-mudahan bisa seperti Singapura Superseries, bermain bagus, yakin dan tetap konsentarasi," ujar Liliyana, yang sebelumnya pernah jadi nomor satu dunia ketika berpasangan dengan Nova Widianto.
Memang, performa Tontowi/Liliyana selama turnamen berhadiah 200.000 dollar AS tersebut sangat menjanjikan. Permainan agresif dan cerdik menjadi modal pasangan nomor lima tersebut untuk meraih gelar ketiga sepanjang 2011 (dan kelima dalam karier mereka).
Liliyana mengakui, mereka kini semakin kompak sejak "disatukan" pada Oktober 2011. Meskipun demikian, masih ada sektor yang harus dibenahi, yaitu pertahanan.
Pada pertarungan final Singapura Terbuka melawan pasangan Taiwan Chen Hung Ling/Cheng Wen Hsing, Tontowi/Liliyana tampil sangat dominan di game pertama sehingga menang 21-14. Tetapi di game kedua, lawan bisa membuat mereka kerepotan, bahkan sempat unggul jauh 12-6 dan 13-8, sebelum akhirnya Tontowi/Liliyana bangkit dan menang dengan deuce 27-25.
"Pada game kedua kami agak tegang dan kami masuk ke pola permainan lawan. Setelah kami bisa menyamakan angka, kami yakin kalau pada game kedua kami bisa menang," kata Liliyana.
Ini menjadi gelar ketiga pada 2011 setelah India Terbuka Superseries dan Malaysia Terbuka Grand Prix Gold. Tahun lalu, mereka menyabet dua gelar yaitu Macau Terbuka Grand Prix Gold dan Indonesia Terbuka Grand Prix Gold.

Lee Yong Dae, K-Pop di Bulu Tangkis


JAKARTA, Kompas.com - Bila di dunia musik ada julukan K-Pop buat para bintang penyanyi asal Korea, di dunia bulu tangkis, Korea memiliki Lee Yong Dae.
Korean Pop atau disingkat Kpop memang tengah naik daun, lagu-lagu dari Korea ini tengah menginvasi industry musik di luar Korea termasuk di Indonesia. Reputasi band-band asal Korea memiliki penggemar setia, tapi ternyata tak hanya di dunia musik, atlet bulutangkis asal Korea pun digandrungi para penggemarnya terutama remaja putri. Salah satu atlet yang memiliki banyak penggemar adalah Lee Yong Dae.
Bukan tanpa alasan mereka mengidolakan atlet yang lahir tahun 1988 itu, tetapi karena prestasinya yang segudang di sektor ganda, ditambah wajahnya yang bisa menyaingi para selebritis Korea sendiri. Lee memulai karirnya di tanah kelahirannya, bakatnya memang terlihat sedari dirinya masih berada di level junior, tercatat ia mampu menjadi juara kejuaraan dunia Junior di usianya yang ke 17.
Ia berhasil menjadi juara bersama dengan Ha Jung Eun, yang kini kembali menjadi pasangannya setelah sejak tahun 2007 Lee diduetkan dengan Lee Hyo Jung di ganda campuran. Baik di nomor ganda putra maupun ganda campuran, Lee berhasil menorehkan namanya di puncak podium berbagai turnamen.
Sepanjang 2005 hingga 2007, Lee berhasil mengoleksi empat gelar juara di ganda putra, sementara di campuran dia hanya berhasil menjadi yang terbaik di Swiss Terbuka tahun 2007 dan Thailand Terbuka tahun 2006.
Pada 2008, berhasil menyabet gelar-gelar bergengsi di tahun ini. Bersama dengan Jung Jae Sung, ia menjadi salah satu ganda yang patut diwaspadai, setelah menggebrak panggung All England dan menjadi juara di kejuaraan bulutangkis tertua itu, ditambah menjadi yang terbaik di Kejuaraan Asia.
Puncaknya adalah saat ia berhasil meraih medali emas Olimpiade bersama dengan Lee Hyo Jung. Kala itu ia bahkan mengalahkan jago ganda campuran asal Indonesia, Nova Widhianto/Liliyana Natsir. Emas yang didapatkannya itu sekaligus menobatkan dirinya sebagai peraih emas Olimpiade termuda di cabang bulutangkis,  ia bahkan belum genap berusia 20 tahun saat itu.
Setelah itulah namanya semakin terkenal dikalangan pecinta bulutangkis, bahkan di tanah airnya ia menjadi idola baru. Bahkan setiap gerak geriknya mulai diperhatikan media, meski sempat canggung dengan perhatian masyarakat yang begitu besar, akhirnya Lee mampu beradaptasi dengan keadaan itu dan bisa menikmatinya.
Lee pun sudah menorehkan namanya di jajaran peraih gelar juara Indonesia Open. Tahun 2009 lalu, ia berhasil menjadi juara Djarum Indonesia Open Super Series dengan menaklukan peraih medali perak Olimpiade 2008, Cai Yun/Fu Haifeng dari China.
Ia pun sudah membuka tahun 2011 ini dengan manis, ia semakin membuktikan bahwa dirinya adalah salah satu atlet bulutangkis papan atas. Ia berhasil menyabet gelar juara di turnamen yang memperebutkan hadiah terbesar tahun ini, Korea Premier Super Series, bersama dengan Jung ia berhak atas uang tunai sekitar US$ 86.400.
Di ajang Djarum Indonesia Open 2011 ini tak ayal lagi Yong Dae bisa menjadi penarik para penggemar bulu tangkis baik lokal mau pun para ekspatriat Korea di Indoensia.

Jun 20, 2011

Tantowi-Liliyana make it three-in-a-row

They have been together for less than a year and in the early days, it was hard going for Indonesia’s Tantowi Ahmad-Liliyana Natsir (below).
Tantowi Ahmand-Liliyana Natsir (final)However, the mixed doubles pairing have certainly found their groove as they cantered to their third consecutive Open title and second OSIM BWF World Superseries crown when they won the Li Ning Singapore Open Superseries on Sunday.
Former world champion Liliyana, who took a month off last month after injuring her elbow, has been the guiding light in the partnership as she helped the less experienced Tantowi get used to living in the limelight.
They cruised to back-to-back titles by winning the Yonex Sunrise India Open Superseries on May 1 and followed that up by winning the Yonex Sunrise Malaysia Open Grand Prix gold a week later.
However, many doubted their capabilities as many top pairs gave those two tournaments a miss.
But they made their critics sit up and take notice when they stunned world No. 1s Zhang Nan-Zhao Yunlei of China 23-21, 21-16 in Saturday’s semi-finals.
On Sunday, they outplayed Taipei’s Chen Hung Ling-Cheng Wen Hsing 21-14, 27-25 to prove that they will be a force to be reckon with at the 2012 London Olympics.
Tantowi-Liliyana were the only non-Chinese winners in Singapore.
World champion Chen Jin ended his tournament drought when Olympic champion Lin Dan conceded a walkover in the men’s singles while Wang Xin defeated Denmark’s Tine Baun in the women’s final.
Three-time world champions Cai Yun-Fu Haifeng outclassed perennial runners-up Alvent Yulianto Chandra-Hendra Aprida Gunawan of Indonesia 21-17, 21-13 to win the men’s doubles crown.
The championship was the Chinese duo’s nine OSIM BWF World Superseries crown – but first of the season – and 23rd overall while for the Indonesians, it was the seventh time they have reached a final and the seventh time they have come out second best.
Tian Qing Zhao YunleiThe women’s doubles was also one-sided with fifth seeds Tian Qing-Zhao Yunlei (right), thrashing sixth seeded South Koreans Ha Jung-Eun-Kim Min-Jung 21-13, 21-16.

Finals
Men
Singles:
Chen Jin (China) bt Lin Dan (China) walkover.
Doubles: Cai Yun-Fu Haifeng (China) bt Alvent Yulianto Chandra-Hendra Aprida Gunawan (Indonesia) 21-17, 21-13.
Women
Singles:
Wang Xin (China) bt Tine Baun (Denmark) 21-19, 21-17.
Doubles: Tian Qing-Zhao Yunlei (China) bt Ha Jung-Eun-Kim Min-Jung (Korea) 21-13, 21-16.
Mixed doubles: Tantowi Ahmad-Liliyana Natsir (Indonesia) bt Chen Hung Ling-Cheng Wen Hsing (Taipei) 21-14, 27-25.


Original Source 

Jun 17, 2011

Pict from Presscon Indonesia Open 2011

 Maskot Djarum Indonesia Open (DIO)

 Ana Rovita & Andre Kurniawan perwakilan atlet Indonesia

Press Conference menjelang Indonesia Open 2011

Istora Disulap jadi Planet Badminton

Jakarta-Selain dimanjakan dengan penampilan terbaik dari pebulutangkis dunia, pengunjung Djarum Indonesia Open (DIO) Premier Superseries 2011 dipastikan tak akan kekurangan hiburan. Pasalnya, panitia telah mempersiapkan berbagai program menarik yang bisa dinikmati pengunjung selama DIO 2011 berlangsung.
Selama penyelenggaraan DIO 2011 yang akan dimulai pada 21 Juni mendatang, panitia akan menyulap seluruh kawasan Istora Senayan, Jakarta, menjadi Planet Badminton. Tak hanya untuk menggebyarkan acara ini, hal tersebut dilakukan untuk mengimbangi gengsi DIO 2011 yang kini sudah mencapai level premier superseries.
“Ada beberapa perubahan untuk mengimbangi gengsi kejuaraan ini, seperti di ruang ganti pemain, ruang pemanasan, maupun ruang untuk media. Tentunya, fasilitas ini kami lakukan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh kompenen yang terlibat di DIO 2011,” ujar Ketua Panitia, Yakob Risdianto.
Seperti yang diketahui, tahun ini DIO naik kasta le level premier superseries setelah pada tahun sebelumnya berada di level superseries. Artinya, Indonesia akan menjadi magnet pebulutangkis dunia karena hadiah dan poin yang disediakan juga cukup besar.
Oleh karena itu, Yakob mengatakan, panitia akan bekerja keras untuk mensukseskan acara ini. “Kami akan berusaha sebaik mungkin agar acara dapat berjalan lancar dan sesuai rencana. Kami sudah menyiapkan semua yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan acara bergengsi ini,” papar Yacob yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PB PBSI ini.
Di planet badminton nanti, pengunjung dapat menimkati stand bazaar yang menyediakan berbagai kebutuhan, seperti makanan, minuman, dan merchandise. Tak hanya itu, beberapa arena bermain bulutangkis juga disiapkan untuk memeriahkan acara.
Pengunjung juga bisa menyaksikan badminton parade yang menampilkan peformance maskot, marching band, tarian tradisional dan modern, live music entertainment pada jam-jam tertentu. Peforma grup musik RAN juga akan membuat DIO 2011 semakin meriah.
So, tunggu apa lagi? Siapkan diri Anda untuk hadir di kawasan Istora Senayan Jakarta pada 21-26 Juni mendatang.

Ardi B Wiranata Mematok Rekor Tinggi di Indonesia Open

Jakarta – Indonesia mungkin dulu gudangnya pemain bulutangkis, di era 1980an hingga awal 1990an Indonesia adalah salah satu kekuatan terbesar di arena tepok bulu ini. Tak jarang pemain-pemain Indonesia harus saling menjegal untuk bisa menjadi juara.
Adalah Ardi Bernardus Wiranata atau yang lebih sering dikenal dengan Ardi B Wiranata yang lahir pada 10 Februari 1970 ini harus menyerah ditangan Alan Budikusuma di final Olimpiade Barcelona tahun 1992. Meski tak jadi penyumbang emas di arena itu, Alan tetaplah bukan sembarang pebulutangkis. Ia terkenal dengan gaya rambutnya yang khas, rambut bagian belakangnya kerap ia biarkan panjang.
Ardi mengukir namanya di Indonesia Open, ia tercatat berhasil meraih enam kali juara di arena ini. terbanyak, sampai akhirnya rekornya disamai Taufik Hidayat pada tahun 2007. Ia pun sempat menjadi yang terbaik dimasa berkaririnya. Ia memenangkan berbagai gelar di berbagai belahan dunia, kala itu rangking dunia pun didominasi oleh beberapa rekannya yang juga datang dari Indonesia.
Sebenarnya dia sudah mulai bersinar tahun 1988 ketika bisa menundukkan pemain-pemain elite saat itu, seperti Yang Yang di Preston, Inggris, pada Carlsberg Classic. Dia kemudian kalah di final dari Morten Frost Hansen. Tahun berikutnya, dia pun bisa mengalahkan Yang Yang di China Terbuka untuk menjadi juara China Terbuka. Ia berhasil menjadi runner up Kejuaraan Dunia kala itu. itu hanyalah awal, Ardi menjadi juara All England, SEA Games dan memenangi piala dunia di tahun 1991, dan menjuarai Final Grand Prix di tahun 1994, salah satu kejuaraan paling bergengsi kala itu.
Di Indonesia Open, ia pertama kali mengukirkan namanya pada tahun 1990, dan menjadi juara bertahan selama tiga tahun, sampai pada tahun 1993 gelar juara di genggam rekan yang sekaligus rivalnya, Alan Budikusuma. Ardi pun kembali ke podium di tahun 1994 dan 1995. Dan melengkapi gelar keenamnya di tahun 1997.
Ia dan Taufik Hidayat memiliki banyak kesamaan di Indonesia Open, selain menang enam kali juga sama-sama berhasil mencatatkan kemenangan tiga dan dua tahun berturut-turut. Taufik juara tahun 1999-2000 serta 2002-2004.
Dengan catatan kemenagnannya di Indonesia Open, ia menjadi salah satu rajanya Indonesia Open. mungkinkah ada atlet lain yang menyamai prestasinya lagi, atau bahkan mengalahkan pencapaiannya di salah satu kejuaraan bergengsi ini?

Jun 14, 2011

Para Bintang Bulu Tangkis Hindari Media

SINGAPURA, KOMPAS.com — Para pemain bintang peserta turnamen bulu tangkis Singapura Terbuka Super Series, termasuk Taufik Hidayat, dikritik karena menghindari media.
Pemain veteran asal Denmark, Peter Gade, mengatakan para pemain maupun Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) seharusnya lebih aktif memberi citra positif kepada media massa. Namun, ia menolak kritiknya ditujukan kepada bintang asal China, Lin Dan.
Lin Dan absen dalam pertemuan dengan media, Senin (13/6/2011), dengan alasan sakit perut. Begitu pun juara bertahan Sony Dwi Kuncoro serta peraih medali emas Olimpiade 2004, Taufik Hidayat asal Indonesia.
Lima pemain China memang menghadiri konferensi pers, tetapi sama sekali tidak memberi jawaban yang memuaskan kepada para wartawan. Sementara juara bertahan tunggal putri asal India, Saina Nehwal, datang terlambat.
"Saya tidak tahu apakah Lin Dan benar sakit perut atau tidak. Itu terserah dia. Saya bukan orang media, jadi tidak ada urusan mengenai hal ini dengan dia," kata Gade. "Namun, tentu saja saya menganggap para pemain perlu mempromosikan diri mereka lebih baik. Begitu pun BWF seharsunya membuat mereka lebih profesional."
Panitia pertandingan mengatakan akan meminta penjelasan kepada pihak Indonesia dan India tentang insiden Senin ini. "BWF akan meminta penjelasan kepada pihak Indonesia dan India. Bagaimanapun ada aturan yang mengharuskan para pemain menghadiri konferensi pers," kata S Selvam dari panitia pertandingan.

ID Badminton Lovers Jakarta

Jun 12, 2011

Draw for Singapore Open SS & Indonesia Open Premiere SS

Draw Singapore Open SS 2011

Draw Indonesia Open Premiere SS 2011

Third title of the year for Korean duo

South Korea’s Jung Jae Sung-Lee Yong Dae stamped their authority on the US$120,000 SGC Thailand Open Grand Prix Gold on Sunday to win their third title of the year.
Zhao YunleiThe Koreans, who captured the Victor Korean Open Superseries Premier in January and the Yonex German Open in March, breezed through the tournament without dropping a single game to live up to their top billing.
In Sunday’s final, they registered their fourth win from as many matches against Indonesia’s Alvent Yulianto Chandra-Hendra Aprida Gunawan, winning 24-22, 21-14 in 42 minutes at the Chulalongkorn University Sports Comple.
The former All England champions had to fight hard in the first game, but still opened up a six-point lead when they won seven consecutive points to go from 4-3 down to 10-4 up.
Alvent-Hendra, however, kept plugging away and slowly but surely, began chipping away at the lead and finally drew level at 19-19. The then took the lead 20-21 but despite having game point at two other occasions, could not finish off the match.
The second game followed the pattern as the first with the pairs exchanging the early points until the Indonesians led 9-8 Jae Sung-Yong Dae then found an extra gear to take eight unanswered points to more closer to the title.
Having learnt their lesson from the first game, the Koreans only allowed Alvent-Hendra another five points before wrapping up the match.
In the women’s doubles Proton Malaysia Open Superseries winners Tian Qing and Zhao Yunlei (above), thrashed Chinese team mates Cheng Shu-Yixin Bao 21-7, 21-8 in 34 minutes.
Tian Qing-Zhao Yunlei won the first six points of the first game before their younger team mates won their first point. Cheng Shu-Yixin Bao began to make a fight of it but from 10-7 down, lost 11 points in a row.
Nova WidiantoTian Qing-Zhao Yunlei won the first three points in the second game, meaning they had won 14 consecutive points and there was no doubt they were going to win their second title of the year.
Taipei’s Lee Sheng Mu-Chien Yu Chin upstaged veteran Indonesians Nova Widianto (right), and Vita Marissa 21-10, 23-21 to take home the mixed doubles crown.
FINALS
Men
Singles:
Chen Long (China) bt Lee Hyun Il (Korea) 21-8, 21-19
Doubles: Jung Jae Sung-Lee Yong Dae (Korea) bt Alvent Yulianto Chandra-Hendra Aprida Gunawan (Indonesia) 24-22, 21-14
Women
Singles:
Li Xuerui (China) bt Jiang Yanjiao (China) 10-21, 21-12, 21-14.
Doubles: Tian Qing-Zhao Yunlei (China)  bt Cheng Shu-Yixin Bao (China) 21-7, 21-8.
Mixed doubles: Lee Sheng Mu-Chien Yu Chin (Taipei) bt Nova Widianto-Vita Marissa (Indonesia) 21-10, 23-21.

Original Source 

Ini desain kaos yg mau dibikinin bokap gua..
gak seperti harapan gua sih, tapi not bad laahhh :)